Industri pertahanan dan dirgantara tercatat sebagai salah satu industri maju yang mengadopsi konsep rantai pasok global agar produk akhir yang dihasilkan dapat dijual dengan harga bersaing di pasar.
Industri pertahanan di Indonesia, terutama yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN), memegang peran krusial dalam menjaga kedaulatan dan kemandirian negara. Namun, di balik perannya yang strategis, industri ini terjebak dalam “lingkaran setan” masalah yang berulang—mulai dari ketergantungan impor, minimnya inovasi, hingga birokrasi yang rumit.
Apa saja akar masalahnya, dan bagaimana cara memutus rantai ini? Mari kita bahas lebih dalam.
1. Ketergantungan pada Impor: Masalah yang Tak Kunjung Usai
Salah satu masalah terbesar industri pertahanan BUMN adalah ketergantungan tinggi pada komponen impor. Padahal, idealnya industri pertahanan harus mandiri untuk mengurangi risiko geopolitik dan fluktuasi harga.
Faktor Penyebab:
- Keterbatasan teknologi lokal – Banyak komponen kritis seperti mesin, elektronik, dan material khusus masih diimpor.
- Rendahnya investasi R&D – Alokasi dana untuk riset dan pengembangan masih minim dibanding negara lain.
- Kebijakan yang tidak konsisten – Regulasi sering berubah, membuat perencanaan jangka panjang sulit dilakukan.
Dampaknya? Biaya produksi membengkak, dan Indonesia tetap bergantung pada negara lain untuk kebutuhan pertahanan.
2. Inovasi Rendah dan Keterbatasan SDM
Industri pertahanan global terus berkembang pesat dengan teknologi seperti drone, AI, dan senjata canggih. Namun, industri pertahanan BUMN Indonesia masih tertinggal.
Mengapa Inovasi Terhambat?
- SDM kurang kompetitif – Minimnya ahli di bidang pertahanan dan teknologi tinggi.
- Kolaborasi terbatas – Kurang sinergi antara BUMN pertahanan, universitas, dan swasta.
- Budaya riset lemah – Riset sering hanya sekadar formalitas, bukan untuk pengembangan nyata.
Tanpa inovasi, produk lokal kalah bersaing, dan Indonesia terus menjadi pasar bagi produk asing.
3. Birokrasi dan Politik: Hambatan Besar
Birokrasi yang berbelit dan intervensi politik sering memperparah masalah industri pertahanan BUMN.
Masalah Utama:
- Proyek lambat karena proses tender yang rumit.
- Campur tangan kepentingan politik dalam pengadaan alutsista.
- Korupsi dan inefisiensi yang menggerogoti anggaran pertahanan.
Akibatnya, proyek strategis seperti pembuatan kapal perang atau pesawat tempur sering molor dan tidak efektif.
4. Solusi untuk Memutus Lingkaran Setan Ini
Agar industri pertahanan BUMN bisa bangkit, diperlukan langkah-langkah strategis:
a. Tingkatkan Kemandirian Teknologi
- Perbanyak alokasi dana R&D untuk pengembangan teknologi lokal.
- Bangun kolaborasi dengan kampus dan startup untuk inovasi pertahanan.
b. Reformasi Birokrasi dan Kebijakan
- Sederhanakan proses tender untuk mempercepat proyek strategis.
- Perkuat pengawasan untuk mencegah korupsi dan inefisiensi.
c. Kembangkan SDM Berkualitas
- Buat program beasiswa khusus di bidang teknologi pertahanan.
- Gaet ahli diaspora untuk kembali berkontribusi di Indonesia.
Industri pertahanan BUMN Indonesia terjebak dalam lingkaran setan ketergantungan impor, inovasi rendah, dan birokrasi rumit. Namun, dengan reformasi kebijakan, peningkatan R&D, dan penguatan SDM, rantai masalah ini bisa diputus.
Jika ingin menjadi negara dengan pertahanan mandiri, Indonesia harus berani berubah. Tanpa langkah nyata, kita akan terus bergantung pada pihak asing—dan itu adalah risiko besar bagi kedaulatan bangsa.