Belum usai kekhawatiran atas maraknya pinjaman online ilegal, kini publik kembali digegerkan dengan dugaan pencurian data pribadi warga Indonesia. Yang lebih mengejutkan, data tersebut diduga digunakan untuk pengajuan pinjaman tanpa sepengetahuan pemiliknya.
Insiden ini mencuat ke publik setelah berbagai laporan korban bermunculan di media sosial dan platform pengaduan konsumen. Banyak yang mengaku tiba-tiba memiliki tagihan dari pinjaman online (pinjol), padahal tak pernah mengajukan.
Pinjol yang Diduga Terlibat: Rupiah Cepat
Salah satu aplikasi pinjol yang disebut-sebut dalam kasus ini adalah Rupiah Cepat. Aplikasi ini terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan termasuk dalam daftar pinjol legal. Namun, keterlibatan nama Rupiah Cepat dalam dugaan penyalahgunaan data menimbulkan tanda tanya besar.
OJK pun angkat bicara dan berjanji akan menyelidiki lebih lanjut kasus ini. Mereka juga meminta masyarakat untuk waspada dan rutin mengecek status kredit mereka secara berkala.
Siapa Pemilik Rupiah Cepat?
Rupiah Cepat berada di bawah naungan PT Kredit Utama Fintech Indonesia (KUFI). Berdasarkan data publik dan investigasi dari beberapa sumber media, perusahaan ini dimiliki oleh investor asing.
Dugaan kuat mengarah pada keterlibatan entitas asal Tiongkok yang memiliki saham mayoritas di KUFI. Sosok yang disebut-sebut memiliki peran sentral adalah Li Shubo, seorang pengusaha yang berpengalaman di industri fintech dan teknologi informasi. Ia diduga memiliki jaringan bisnis luas di Asia Tenggara melalui perusahaan-perusahaan cangkang.
Ancaman Serius terhadap Privasi Warga
Kebocoran data ini bukan sekadar pelanggaran privasi—tapi juga bisa berdampak pada kehidupan finansial jutaan warga. Korban bisa mengalami kerugian material dan kerusakan skor kredit, serta berisiko menjadi sasaran penagihan yang kasar dari pihak debt collector.
Pakar keamanan siber mengingatkan bahwa kebocoran data bisa terjadi akibat lemahnya sistem perlindungan dari aplikasi atau bisa juga berasal dari penyalahgunaan data oleh pihak ketiga yang diberi akses.
Apa yang Harus Dilakukan Masyarakat?
- Lindungi data pribadi. Jangan sembarang memberikan akses kontak, galeri, dan lokasi ke aplikasi pinjaman atau aplikasi yang tak dikenal.
- Cek data kredit secara rutin. Gunakan layanan seperti SLIK OJK atau platform pengecekan kredit lainnya.
- Laporkan jika menjadi korban. Gunakan kanal resmi OJK atau Satgas Waspada Investasi untuk melaporkan insiden.
Penutup: Desakan Transparansi dan Penegakan Hukum
Masyarakat kini menuntut transparansi dari perusahaan-perusahaan pinjol, termasuk Rupiah Cepat, terkait bagaimana data nasabah dikumpulkan dan digunakan. Pemerintah dan OJK didorong untuk tidak hanya bertindak reaktif, tetapi juga proaktif dalam membasmi penyalahgunaan data pribadi demi keamanan finansial seluruh rakyat Indonesia.